CIREBON- Angka kemiskinan yang semula terdata sebanyak 27 ribu orang kini, dimasa Pandemi Covid-19 angka kemiskinan di Kota Cirebon naik sebanyak 36.841 orang dengan presentasi sebesar 9%, Selasa (24/8)Angka kemiskinan yang tercatat di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPPA) Kota Cirebon disampaikan Kepala Bidang Sosial DSPPPA, Aria Dipahandi menjelaskan data kemiskinan atau DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) di Kota Cirebon ini, selalu di-update setiap bulannya. Pasalnya DTKS merupakan salah satu data yang sangat penting untuk menyesuaikan kebijakan dari Pemerintah baik Pemerintah Daerah, Provinsi maupun Pusat.
“Untuk data kemiskinan kita selalu update terutama di masa Pandemi seperti ini karena data ini selalu diminta oleh pusat untuk membuat program seperti pemberian bantuan,” Ujarnya
Aria Dipahandi juga menjelaskan adanya Pandemi Covid-19 ini, kriteria yang masuk dalam DTKS akan terjadi perubahan pasalnya kriteria yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat.
“Dari aturan Kemensos memang ada sekitar 11 kriteria yang bisa dikatakan miskin namun kalau melihat di kondisi seperti saat ini akan terjadi perubahan seperti ada keluarga yang memiliki kendaraan namun tidak memiliki pekerjaan karena telah di PHK ini juga bisa dikatakan miskin,” Ungkapnya.
Aria Dipahandi berharap kedepannya DTKS harus dapat diperkuat sehingga nantinya dapat menyesuaikan dengan baik sesuai kebijakan dari pimpinan. Meski saat pelaksanaannya, Aria Dipahandi juga menjelaskan para petugas mengalami kendala seperti dana yang ada, infrastruktur yang perlu ditingkatkan dan kurangnya SDM tidak membuat tugas yang harus dikerjakan menjadi terkendala.
Sementara menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D),Iing Daiman. S.Ip., M.Si., mengatakan saat ini Pemerintah Provinsi Jabar tengah mempersiapkan progam penanggulangan kemiskinan di wilayah Jabar yang banyak terjadi peningkatan di sejumlah Kota/Kabupaten akibat adanya Pandemi Covid-19.
Hal ini pun dibahas secara langsung oleh Pemerintah Provinsi Jabar yang diwakili oleh Wakil Gubernur Jabar melalui virtual meeting. Kegiatan Rakor Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang diikuti oleh seluruh Kota/Kabupaten di Provinsi Jabar ini, membahas seputar masalah kemiskinan, penyajian data, intervensi yang akan dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan hingga solusi yang akan diambil dalam penanganan kemiskinan.
“Hari ini seluruh Kota/Kabupaten di Jabar mengikuti zoom meeting untuk membahas persoalan kemiskinan, karena memang adanya Pandemi ini banyak sekali dampak yang dirasakan oleh masyarakat sehingga Pemerintah Provinsi pun mengambil langkah cepat untuk menanganinya,” Tuturnya
Iing Daiman.,S.Ip., M.Si., juga mengatakan saat ini Pemerintah Daerah menetapkan batas angka kemiskinan sebesar 8,5% namun hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang ada sehingga, hal ini diharapkan dapat menjadi catatan tersendiri bagi semua pihak agar DTKS di Kota Cirebon dapat menurun
Disisi lain, Wakil Wali Kota Cirebon, Dra. Hj. Eti Herawati yang juga merupakan Ketua TKPK di Kota Cirebon mengatakan meski saat ini DTKS di Kota Cirebon telah mengalami peningkatan sebesar 9%, akan terus dilakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dalam mengambil langkah kebijakan.
“Karena masih Pandemi angka kemiskinan ini pun pastinya akan mengalami peningkatan, dan peningkatan ini juga tidak hanya terjadi di Kota Cirebon saja melainkan seluruh wilayah pun mengalami peningkatan, dan hal ini kami juga akan terus koordinasi dengan provinsi untuk mengatasinya,” Kata Dra. Hj. Eti Herawati
Ia juga menjelaskan meski Kota Cirebon tidak menjadi Kota/Kabupaten yang tertinggi dalam peningkatan DTKS namun, diharapkan semua pihak pun dapat memberikan solusi untuk mengatasinya. Dra. Hj. Eti Herawati juga mengatakan masalah Kemiskinan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat di Masa Pandemi ini diantaranya Sektor yang tumbuh negatif dan kurangnya penyerapan tenaga kerja bisa menyebabkan bertambahnya pengangguran dan bertambahnya penduduk miskin; Adanya penurunan penghasilan di sektor formal dan informal mengakibatkan potensi bertambahnya penduduk miskin; dan Penyaluran bansos dari pemerintah pusat dirasa belum cukup dalam menangani lonjakan di masa pandemi dari sisi jumlah bantuan, pencakupan, dan penyamaan regulasi/informasi.